Tas Buatan Mama yang Menyentil Arti Merdeka
Bagi sebagian anak perempuan, pindah rumah ke luar kota untuk ikut suami itu adalah hal yang sangat emosional. Tidak hanya membuka chapter baru dalam hidup, tapi juga menghadapi jarak yang 'baru' dengan Mama. Telefon, video call, whatsapp chat hingga pesan singkat pun rasanya nggak ada yang bisa menggantikan. Setiap anak di dunia pasti ingin punya waktu bersama Mama. Bertatap muka, merasakan sentuhan tangan dan mendengarkan wejangan yang tak membuat sakit telinga.
Saat itu pun tiba, hari pertemuan dengan Mama.
"Dek, Mama mau merdeka nih", kata pertama yang keluar saat aku hanya berdua bersama Mama.
"Kita kan sudah merdeka Ma, dari tahun 1945, hehehe," aku yang mencoba untuk guyon ke Mama.
Mama membuka sebuah kresek besar berwarna hitam. Di dalamnya banyak tali-temali beraneka warna dan perlengkapan menjahit. Mama, yang kini berusia 54 tahun, sedang belajar membuat tas tali kur. Bisa dibilang ini merupakan langkah baru buat Mama, karena sejak kecil yang aku tahu Mama lebih suka memasak dan bercocok tanam.
Tali kur adalah tali yang memiliki berbagai warna dan ukuran yang biasanya digunakan sebagai kerajinan tangan. Tali ini juga dimanfaatkan sebagai alat tambahan kegiatan pramuka, mulai dari mengikat tenda, gantungan peluit, turun tebing hingga menyelamatkan saat terjadi kecelakaan. Tali kur bisa berubah menjadi berbagai macam benda, tergantung dengan kreativitas yang dilakukan. Tidak hanya menjadi tas, tali kur juga bisa membentuk gelang, gantungan kunci, dompet, kalung, bros dan masih banyak yang lainnya.
"Ini tas buat Adek, dipakai ke kantor ya. Siapa tahu ada teman yang mau beli," pungkas Mama sambil menyodorkan tas tali kur berwarna perpaduan hitam dan oranye dengan bangga.
Aku mencoba tas tali kur buatan Mama. Berkaca pada cermin, dan melihatnya dari berbagai sisi. Tas ini terasa begitu klasik, dengan motif dan perpaduan warna yang sederhana. Anehnya, aku merasa cantik dan bangga saat memakainya.
"Tas ini memang beda dari tas kamu yang mereknya Mama sampai nggak bisa cara bacanya. Tapi tas tali kur ini asli Indonesia, lho," ucap Mama lagi lagi penuh bangga.
Mama bercerita panjang lebar tentang awalnya ingin belajar merajut tas tali kur. Berbekal belajar dari teman yang punya usaha kerajinan tangan, Mama hampir setiap hari mengayuh sepeda-nya untuk belajar. Menggunakan alat-alat sederhana, Mama dengan sabar membuat beragam teknik tali simpul untuk membuat tas yang cantik ini.
"Mama kan juga mau merdeka dari kamu, Dek. Biar nggak harus kirim-kirim uang terus. Biar ada kegiatan yang positif dan produktif," ucap Mama dengan nada yang begitu santai sambil merajut.
Aku spechless sih dengernya. Mama dengan usianya yang sekarang, sedang mencoba untuk merdeka dan memulai usaha baru. Aku yang masih muda saja masih terlalu nyaman dengan pekerjaan kantor. Malu sih, apalagi aku baru-baru ini sedang ingin punya banyak personal project. Yang, belum terwujud hingga sekarang.
Mama juga bercerita, jika satu tas tali kur ukuran sedang seperti punyaku ini butuh 10 hari untuk membuatnya. Itu pun, Mama harus mengerjakannya sepanjang hari di sela kesibukannya memasak dan mengurus rumah tangga. 10 Hari untuk satu tas? Nggak heran kalau tas klasik ini rasanya eksklusif banget. Setiap motif yang terbuat, ada cinta dan kesabaran Mama yang kalau aku harus beli nggak tahu harus bayar berapa.
Tas tali kur buatan Mama ini dihargai mulai dari Rp. 300.000,- (Tiga Ratus Ribu Rupiah). Penjualan tas tali kur Mama ini pun masih ke orang-orang terdekat. Teman-teman Mama yang semuanya sudah nenek-nenek adalah pemesan reguler. Padahal, tas tali kur ini cocok aja lho kalau dipakai segala usia. Mungkin hanya menyesuaikan model dan warnanya saja, biar lebih match dengan keseharian.
"Masa yang pakai tas tali kur cantik gini cuma nenek-nenek aja. Produk asli Indonesia lho ini. Kata teman Mama, banyak bule yang suka. Tapi, orang sini sendiri malah nggak mau pakai," terang Mama sambil 'menyentil' anak perempuannya.
'Sentilan' Mama lewat pembicaraan tadi bikin aku banyak mikir sih. Selama ini aku bangga banget bisa beli produk luar. Yang kata Mama, mereknya aja Mama sampai nggak bisa baca. Aku baru sadar, dari pemilihan barang yang aku pakai sehari-hari aja, aku belum merdeka. Belum sepenuhnya cinta dengan produk-produk Indonesia.
"Ajarin Mama jualan online dong Dek, temen-temen Mama bisa itu jualan sampai yang beli dari seluruh Indonesia. Biar yang beli bukan ibu-ibu pengajian aja. Terus, Mama kemarin nonton TV katanya produk lokal yang dijual online itu jarang. Malah yang laris beli itu bule. Bener tho dek?," tanya Mama polos.
Okay, Mama yang setiap harinya susah banget kalau di SMS atau telefon karena hape-nya ada di bawah bantal terus dan jarang dicharge sekarang mau jualan online. SEMANGAT Mama kali bikin aku kehilangan kata-kata. Sampai aku lupa usia, keseharian tugas kerumahtanggaan dan kegaptekan Mama seketika.
Aku yang tadinya nggak peduli, mendadak kepo luar biasa. Tentang produk lokal yang katanya jarang banget dijual online. Nah, bukannya sekarang semua orang lebih suka belanja online ya? Kalau produk lokal nggak dijual online, berarti isinya impor semua, dong? Pencarian fakta-fakta pun, dimulai...
OMG! Aku baru tahu kalau tingkat antusiasme orang belanja online itu sebegitu besarnya. US$ 10,9 miliar atau sekitar Rp. 146,7 triliun dilansir dari Liputan6.com. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 143, 26 juta berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2017.
Hal yang bikin miris adalah, menurut Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Roeslani baru 6-7 persen saja produk UMKM yang dijual di situs online. Sisanya, 93 persen merupakan produk impor. Nggak tahu kenapa, aku mendadak sedih sih. Hal ini membuat Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Tjahya Widayanti dan tentunya pemerintah terus mengusahakan agar produk lokal bisa 'merajai' pasar online di Indonesia.
Kalau kamu mau baca juga beritanya, bisa langsung klik di sini:
- Orang Indonesia Habiskan Rp 146 Triliun untuk Belanja Online
- Kadin: 93 Persen Barang di Situs Online Adalah Produk Impor
- Barang China kuasai e-commerce RI, toko online didorong 80 persen jual produk lokal
- 60% Barang yang Dijual Marketplace Harus Produk Lokal
Menurut kamu, mungkin nggak sih produk dalam negeri bisa jadi primadona negeri sendiri? BISA, kalau kamu ikut ambil bagian untuk mewujudkannya. Pakai dan beli produk lokal ternyata nggak hanya urusan pribadi, tapi juga memberikan pengaruh ke pembangunan industri. Dilansir dari kemenperin.go.id, Kementerian Perindustrian telah gencar mengkampanyekan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam negeri (P3DN) kepada instansi pemerintah, swasta hingga masyarakat. Misi ini pun ternyata menjadi pilar dan penggerak utama perekonomian nasional. Nggak pernah nyangka sih, beli produk lokal aja kita bisa memberikan kontribusi yang gede ke negara. Dan, Mama sekarang menjadi bagian dari misi tersebut. Lalu, gimana dengan aku?
Aku lantas 'berselancar' menggunakan internet, mencari platform yang mungkin bisa membantu Mama untuk menebarkan semangat beli produk lokal. Menggunakan kata kunci 'Jual Kerajinan Tangan Unik dan Produk Handmade Indonesia', aku menemukan sebuah website yang isinya cuma produk lokal dan handmade Indonesia. Mind blowing banget sih.
Qlapa bisa dibilang merupakan mall online untuk produk handmade. Mereka percaya kalau kreativitas adalah potensi terbesar yang dimiliki Indonesia. Di Qlapa, siapa saja bisa membeli langsung dari pembuatnya. Situs jual beli online ini menjual berbagai produk kerajinan tangan mulai dari batik, tas, produk dari kulit, tenun, dekorasi rumah, dan masih banyak yang lainnya.
Produk-produk di Qlapa ternyata juga nggak asal jual. Mereka melakukan seleksi satu per satu para produknya agar memenuhi standar yang telah ditentukan. Dengan membeli langsung dari penjualnya, siapa saja bisa dengan mudah mengatur dan memodifikasi produk pesanan sesuai yang diinginkan. Cocok juga nih buat tas tali kur yang dijual Mama, karena ada sistem PO atau pre order. Jadi, pembeli bisa pesan mulai dari motif hingga warna yang diinginkan.
Qlapa juga punya DNA yang sama dengan Mama, yakni melawan produk impor dan mengajak masyarakat untuk mencintai dan membeli produk Indonesia. Tentunya, para pengrajin seperti Mama akan senang banget bisa ketemu dengan Qlapa. Aku kemudian berinisiatif untuk registrasi usaha kerajinan Mama untuk berjualan di Qlapa. Biar Mama juga bertemu dengan pengrajin lainnya yang bersemangat tebarkan #MerdekaProdukIndonesia.
Konsep 'merdeka' yang selama ini menjadi keyakinanku ternyata masih jauh dari realita. Tas tali kur Mama menyadarkanku arti perjuangan yang sesungguhnya. 10 hari, bukan waktu yang singkat untuk membuat sebuah karya. Butuh ketelatenan, kesabaran dan juga cinta untuk membuatnya. Perjuangan yang benar-benar dibutuhkan untuk bisa 'merdeka'.
Sambil menulis blog post ini, saya jadi punya tekat untuk membeli dan membuat produk lokal yang akan dicintai banyak orang. Saya nggak nyangka, yang awal niatnya mau ikutan lomba blog jadi bener-bener mendapatkan sentilan arti merdeka yang sesungguhnya.
Terima kasih Mama, terima kasih Qlapa, sudah menebarkan semangat yang belum pernah aku miliki sebelumnya. Hal sesederhana membeli produk lokal pun, ternyata punya pengaruh yang begitu besar. Aku bergabung Ma, Qlapa, bareng kalian untuk mewujudkan #MerdekaProdukIndonesia.